Thursday, March 16, 2017

Upah Kasih dan Ketaatan

Menjelang akhir tahun 2016 lalu, Firman Tuhan terus menerus mengingatkan saya untuk menunjukkan kasih dengan memberikan uang. Di gereja dan komsel, kami sempat membahas hal ini. Bahkan dalam Saat Teduh pribadi, hal ini pun muncul. Selama ini saya sudah setia memberikan perpuluhan dan persembahan, jadi saya merasa bahwa Tuhan ingin saya melakukan pemberian uang kepada orang lain juga. Saya sudah berikan kepada Tuhan, sekarang tiba waktunya untuk memberi bagi sesama juga. Tapi kepada siapa, bagaimana, dan berapa jumlahnya, itu yang perlu dipergumulkan. Jadi saya berdoa supaya bisa meresponi Firman Tuhan dengan taat. Tadinya saya pikir, mungkin Tuhan mau saya memberi uang untuk orang miskin di luar sana, entah siapa dan di mana. Namun ternyata sekalipun itu menyenangkan hati Tuhan, ada hal lain yang lebih utama daripada memberi uang untuk menolong orang miskin.

1 Timotius 5:4 (TB)  Tetapi jikalau seorang janda mempunyai anak atau cucu, hendaknya mereka itu pertama-tama belajar berbakti kepada kaum keluarganya sendiri dan membalas budi orang tua dan nenek mereka, karena itulah yang berkenan kepada Allah. 

Setiap kali saya berdoa, Mama adalah orang yang selalu saya sebut. Beberapa kali ketika berdoa atau sedang memikirkan Mama, saya selalu terpikir bahwa Mama perlu diikutkan asuransi. Usianya genap 60 tahun pada Desember 2016 lalu. Mumpung dia masih sehat dan umurnya belum terlalu lanjut, maka tampaknya ini saat yang tepat. Apalagi adik saya juga sudah bekerja dan berpenghasilan tetap. Tapi mengetahui premi asuransi yang cukup tinggi untuk nasabah seusia Mama, saya jadi ragu. Saya pikir, mungkin nanti. Kalau penghasilan saya sudah lebih besar. Kalau penghasilan adik saya juga sudah lebih besar. Kalau dihitung-hitung, sekarang ini kami bisa hidup cukup; tapi kalau menambah sebuah premi asuransi yang besarnya sama dengan 3x premi asuransi saya, sepertinya kami akan kekurangan. Kenapa harus cari susah kalau bisa mencukupkan diri dengan gaji yang ada?

Walaupun ada alasan-alasan logis dan rasional, namun hati saya terus gelisah. Kami bukan anak-anak yang tidak berbakti. Selama ini, kami menanggung segala sesuatu yang Mama butuhkan. Mama pun berterima kasih dan tidak menuntut apa-apa. Tetapi pikiran mengenai asuransi itu terus hadir setiap kali saya berdoa untuk Mama dan mempergumulkan bagaimana harus mengelola penghasilan yang saya terima setiap bulan.

Semakin didoakan dan dipikirkan, saya semakin yakin bahwa inilah yang Tuhan ingin saya lakukan. Membayar premi asuransi untuk Mama setiap bulan merupakan pengorbanan kasih yang lebih besar daripada sekedar bersedekah untuk orang miskin entah siapa dan di mana. Kalau saya memberi untuk orang miskin, pemberian itu tidak terjadi karena saya mengasihi orang tersebut. Tetapi kalau saya memberi untuk Mama, itu terjadi karena saya benar-benar mengasihinya.

Beberapa waktu lalu saya sempat berdiskusi dengan Mama. Meruapakan suatu hal yang baik kalau dari sekarang Mama punya asuransinya sendiri. Suatu hari nanti kalau dia jatuh sakit karena lanjut usia, kami tidak perlu pusing akan biayanya. Dia bisa menjalani perawatan di rumah sakit dan seluruh biayanya dicover oleh pihak asuransi. Dengan demikian Mama juga bisa lega mengetahui bahwa dirinya tidak menjadi beban bagi anak cucu. Namun Mama juga kuatir, kalau sekarang kami membayar premi asuransi Mama, itu akan menambah beban finansial anak-anaknya. Yang dikuatirkan Mama itu benar.

Itu juga yang membuat adik saya bimbang. Dia juga sangat mengasihi Mama dan berharap bisa membayarkan preminya setiap bulan. Tapi melihat hitung-hitungannya mengenai pemasukan dan pengeluaran bulanan, ia mulai kuatir. Namun dengan iman, akhirnya dia setuju.

Saya juga beriman, bahwa entah bagaimana caranya, kebutuhan kami setiap bulan pasti akan Tuhan cukupkan sekalipun pengeluaran kami bertambah. Kalau pengeluaran tambahan ini memang kehendak Tuhan, maka Dia pasti menyediakan.

Beberapa hari sebelum ulang tahun Mama yang ke-60, kami membayar premi asuransinya yang pertama.

Bulan ini, Maret 2017 genap 3 bulan kami berdua membayarkan premi asuransi untuk Mama. Sejak awal tahun 2017, mulai dari Januari, Februari, juga bulan ini, kami tidak sekalipun mengalami kekurangan seperti yang dikuatirkan. Padahal, kekuatiran kami itu logis, berdasarkan hitungan pemasukan dan pengeluaran bulanan. Tetapi pemeliharaan Tuhan itu melampaui pemikiran kami. Kami berdua sama-sama memperoleh penghasilan lebih banyak sekalipun belum mengalami kenaikan gaji. Saya rasa, itulah upah yang Tuhan berikan karena ketaatan dan kasih yang kami tunjukkan. Berkat Tuhan itu tidak terbatas pada jumlah gaji yang pasti kami terima setiap bulan. Jadi semua kebutuhan kami tercukupi, termasuk biaya premi asuransi Mama yang besarnya 3x lipat dari premi asuransi saya itu. Demikian juga untuk bulan-bulan selanjutnya. Saya percaya pasti Tuhan akan sediakan segala sesuatu yang kami butuhkan selama kami mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya.

Matius 6:33-34 (TB)  Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.

No comments:

Post a Comment